Sabtu, 26 September 2009

jam 08.00wib sampai di TVRI Bandung.












Lanjut jalan jalan ke Observatorium Bosscha.


Observatorium Bosscha merupakan salah satu tempat peneropongan bintang tertua di Indonesia. Observatorium Bosscha berlokasi di Lembang, Jawa Barat, sekitar 15 km di bagian utara Kota Bandung dengan koordinat geografis 107° 36' Bujur Timur dan 6° 49' Lintang Selatan. Tempat ini berdiri di atas tanah seluas 6 hektar, dan berada pada ketinggian 1310 meter di atas permukaan laut atau pada ketinggian 630 m dari plato Bandung. Kode observatorium Persatuan Astronomi Internasional untuk observatorium Bosscha adalah 299.

SEJARAH BOSHCA
Observatorium Bosscha (dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht) dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda. Pada rapat pertama NISV, diputuskan akan dibangun sebuah observatorium di Indonesia demi memajukan Ilmu Astronomi di Hindia Belanda. Dan di dalam rapat itulah, Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang tuan tanah di perkebunan teh Malabar, bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan pembelian teropong bintang. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini.
Pembangunan observatorium ini sendiri menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun 1923 sampai dengan tahun 1928.

Publikasi internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933. Namun kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang Dunia II. Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada observatorium ini karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium dapat beroperasi dengan normal kembali.

Kemudian pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah RI. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun 1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia.

FASILITAS
Terdapat 5 buah teleskop besar, yaitu:

    * Teleskop Refraktor Ganda Zeiss

    Teleskop ini biasa digunakan untuk mengamati bintang ganda visual, mengukur fotometri gerhana bintang, mengamati citra kawah bulan, mengamati planet, mengamati oposisi planet Mars, Saturnus, Jupiter, dan untuk mengamati citra detail komet terang serta benda langit lainnya. Teleskop ini mempunyai 2 lensa objektif dengan diameter masing-masing lensa 60 cm, dengan titik api atau fokusnya adalah 10,7 meter.

    * Teleskop Schmidt Bima Sakti

    Teleskop ini biasa digunakan untuk mempelajari struktur galaksi Bima Sakti, mempelajari spektrum bintang, mengamati asteroid, supernova, Nova untuk ditentukan terang dan komposisi kimiawinya, dan untuk memotret objek langit. Diameter lensa 71,12 cm. Diameter lensa koreksi biconcaf-biconfex 50 cm. Titik api/fokus 2,5 meter. Juga dilengkapi dengan prisma pembias dengan sudut prima 6,10, untuk memperoleh spektrum bintang. Dispersi prisma ini pada H-gamma 312A tiap malam. Alat bantu extra-telescope adalah Wedge Sensitometer, untuk menera kehitaman skala terang bintang , dan alat perekam film

    * Teleskop Refraktor Bamberg

    Teleskop ini biasa digunakan untuk menera terang bintang, menentukan skala jarak, mengukur fotometri gerhana bintang, mengamati citra kawah bulan, pengamatan matahari, dan untuk mengamati benda langit lainnya. Dilengkapi dengan fotoelektrik-fotometer untuk mendapatkan skala terang bintang dari intensitas cahaya listrik yang di timbulkan. Diameter lensa 37 cm. Titik api atau fokus 7 meter.

    * Teleskop Cassegrain GOTO

    Dengan teleskop ini, objek dapat langsung diamati dengan memasukkan data posisi objek tersebut. Kemudian data hasil pengamatan akan dimasukkan ke media penyimpanan data secara langsung. Teropong ini juga dapat digunakan untuk mengukur kuat cahaya bintang serta pengamatan spektrum bintang. Dilengakapi dengan spektograf dan fotoelektrik-fotometer

    * Teleskop Refraktor Unitron

    Teleskop ini biasa digunakan untuk melakukan pengamatan hilal, pengamatan gerhana bulan dan gerhana matahari, dan pemotretan bintik matahari serta pengamatan benda-benda langit lain. Dengan Diameter lensa 13 cm, dan fokus 87 cm


Perjalanan di lanjutkan lagi ke Gunung Tangkuban Perahu.

Sejarah Gunung Tangkuban Perahu yang aku tahu.
Legenda turun-temurun ini bercerita tentang seorang anak bernama Sangkuriang yang
mencintai ibu-nya sendiri (inses), Dayang Sumbi.
Suatu hari Dayang Sumbi ingin sekali memakan hati rusa. Dirinya pun menyuruh Sangkuriang
untuk segera berburu rusa ke hutan. Namun, setelah sekian lama berburu, Sangkuriang tidak
mendapatkan hasil buruannya. Karena takut mengecawakan hati sang ibu, Sangkuriang
membunuh Tumang (anjing kesayangannya). Tumang sesungguhnya adalah Ayah dari
Sangkuriang yang menjelma menjadi seekor anjing. Karena berbagai alasan, sang suami tidak
dapat memperlihatkan wujud aslinya.
Dayang Sumbi sadar bahwa yang dibunuh Sangkuriang adalah si Tumang, dan bukannya rusa.
Murka, Dayang Sumbi memukul Sangkuriang hingga jatuh. Kening Sangkuriang terluka,
darahnya pun bercucuran. Hingga akhirnya Dayang Sumbi mengusir darah dagingnya sendiri
untuk selama-lamanya.
Tahun demi tahun berlalu dan Sangkuriang tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah.
Kemudian ia bertemu dengan Dayang Sumbi yang masih tetap tampak jelita dan belia. Mereka
jatuh cinta. Sampai akhirnya Dayang Sumbi menemukan bekas luka di kening Sangkuriang.
Yakin Sangkuriang adalah anaknya, Dayang Sumbi menolak lamaran pemuda rupawan itu.Karena Sangkuriang terus berkeras untuk menikahinya, Dayang Sumbi menetapkan sebuah
syarat: Ia akan menikahi Sangkuriang apabila pemuda itu dapat menyelesaikan sebuah perahu
raksasa dalam satu malam.
Di luar perkiraan Dayang Sumbi, Sangkuriang mampu melakukannya. Perahu itu hampir
selesai saat Dayang Sumbi membangunkan para ayam jantan untuk berkokok sebelum
waktunya. Kesal karena merasa dirinya gagal, Sangkuriang menendang perahu yang sedang
dibuatnya. Perahu itu kemudian terbalik dan berubah menjadi gunung. Hingga kini nama
gunung tersebut dikenal dengan sebutan Gunung Tangkuban Perahu.

Uniknya Pesona Tangkuban Perahu bagi aku tuh...
Tidak seperti gunung-gunung berapi pada umumnya, Gunung Tangkuban Perahu mempunyai
bentuk yang unik dengan puncaknya yang datar serta memanjang seperti perahu terbalik.
Hamparan hijaunya perkebunan teh menjadi salah satu pemandangan yang sangat menarik
bagi para wisatawan. Para pengunjung juga bisa menikmati suasana Kota Bandung dari
ketinggian dengan dibalut udaranya yang sejuk.
Objek wisata alam yang terletak kurang lebih 25 km ke arah Lembang, atau lebih tepatnya di
Desa Cikole ini, juga terdapat sepuluh kawah yang jaraknya berdekatan. Namun yang sering
dijelajahi oleh para pengunjung sebanyak tiga kawah yaitu; Kawah Ratu, Kawah Domas dan
Kawah Upas. Di Kawah Domas, wisatawan bisa memanfaatkan sumber air panas yang
mengandung belerang untuk membasuh badan. Konon kandungan belerang ini bisa
menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit.
Uniknya lagi banyak diantara pengunjung yang datang dan merebus telur di kawah ini. Hanya
dalam waktu 10 menit telur-telur mereka sudah matang dan lansung bisa dikonsumsi. Hmm...!!
Setelah coba mencoba, selain cepat matangnya rasanya pun begitu lezat. Apa ini hanya
terbawa suasana saja ya..? Menikmati hangatnya telur rebus ditemani udara dingin. Untuk
menuju kawah satu dengan kawah yang lain, para pengunjung bisa berjalan kaki atau
menyewa kuda tunggangan.

;;